a) Kekerasaan Terhadap Anak dalam Bidang Pendidikan
Masalah kekerasan terhadap anak di sektor pendidikan menjadi kendala tersendiri selain indeks permasalahan yang disajikan dalam data kemajuan pendidikan sebagai capaian pembangunan nasional. Berita kekerasan terhadap anak di sekolah masih sering menghiasi berbagai media. Kekerasan terhadap anak di sekolah dilakukan oleh guru, staf sekolah, orang tua, teman sebaya dan pihak lain.
Tabel 1. Data Kekerasan Anak di Sekolah s.d November 2009
Jenis Kekerasan Jumlah
Fisik 98
Seksual 108
Psikis 176
Total 382
Sumber: Data Kekerasan terhadap Anak, KPPPA, 2009.
Selama kurun waktu tahun 2009 Komnas Perlindungan Anak telah mencatat tindak kekerasan terhadap anak di Sekolah. Jumlahnya cukup fantastis terhitung mencapai 382 anak baik laki-laki maupun perempuan. Jenis kekerasan yang terjadi meliputi tiga (3) jenis yakni fisik, seksual dan psikis dan paling banyak kekerasan yang dilakukan adalah kekerasan psikis.
Di Indonesia belum tersedia pemutakhiran data mengenai kekerasan terhadap anak yang dapat dipertanggungjawabkan. Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa secara nasional selama tahun 2006 telah terjadi sekitar 2,81 juta tindak kekerasan dan sekitar 2,29 juta anak pernah menjadi korbannya atau mencapai 3 persen dari jumlah anak Indonesia. Hal ini berarti setiap 1000 anak terdapat sekitar 30 anak berpeluang menjadi korban tindak kekerasan. Menarik untuk disimak, bahwa data kekerasan terhadap anak di pedesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan yakni 3,2 berbanding 2,8 persen. Di kalangan anak-anak, angka korban kekerasan lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu 3,1 berbanding 2,9 persen. Kalau melihat data pelaku kekerasan terhadap anak kita akan melihat sebaran presentassi sebagai berikut:
Tabel 2. Tindak Kekerasan terhadap Anak menurut Pelaku [%]
Pelaku Perkotaan Perdesaan Total
Orang tua 56.5 64.6 61.4
Famili 4.1 3.6 3.8
Tetangga 8.0 5.8 6.7
Atasan/majikan 0.8 0.1 0.4
Rekan kerja 0.9 0.7 0.8
Guru 2.8 3.1 3.0
Lainnya 26.8 21.9 23.9
Sumber data: Dara Kekerasan terhadap Anak, KPPPA, 2009.
Dari data di atas terlihat bahwa pelaku tindak kekerasan terhadap anak paling banyak adalah orang tua (61,4%). Di wilayah pedesaan angka ini mencapai 64,6 persen. Ini artinya hampir dua dari tiga kasus tindak kekerasan terhadap anak di perdesaan dilakukan oleh orang tua. Pelaku terbanyak berikutnya adalah pelaku lainnya yaitu mencapai 23,9 persen, kemudian diikuti tetangga (6,7 persen). Guru juga menjadi salah satu yang melakukan kekerasan. Diperlukan upaya yang menyeluruh agar anak-anak dapat tumbuh kembang dalam lingkungan yang mampu mencegah tindak kekerasan terhadap anak di keluarga, lingkungan masyarakat dan sekolah.
b) Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan Anak dalam Perlindungan Khusus
Data Anak berkebutuhan Khusus (ABK) yang tercatat di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA) tahun 2010 berjumlah 198.485 anak, sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 melansir terdapat 347.000 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia pada tahun 2008 tercatat 1.689 sekolah dengan rincian 412 SLB Negeri dan 1.274 SLB Swasta. Jumlah peserta didik sebanyak 73.122 anak, 22.646 anak di sekolah negeri dan 50.476 anak di sekolah swasta. APK yang masih sangat rendah, yaitu antara 20-25 % ini diantisipasi oleh pemerintah dengan kebijakan sekolah inklusi berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Namun dalam pelaksanaannya masih terkendala oleh berbagai hal sehingga masih banyak ABK yang tidak terlayani pendidikan yang seharusnya.
Kelompok anak yang membutuhkan perlindungan khusus sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) bagian ke 5 pasal 59 – 71 adalah
1) anak dalam situasi darurat:
a. anak yang menjadi pengungsi;
b. anak korban kerusuhan;
c. anak korban bencana alam; dan
d. anak dalam situasi konflik bersenjata.
2) anak yang berhadapan dengan hukum,
3) anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
4) anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
5) anak yang diperdagangkan,
6) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
7) anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
8) anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
9) anak yang menyandang cacat, dan
10) anak korban perlakuan salah dan penelantaran
Anak jalanan dan anak tanpa identitas ( anak yang tidak memiliki akta kelahiran) belum termasuk didalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar