Kamis, 06 Agustus 2009

Menggalang dana untuk komunitas belajar mandiri 2







Dua kali kukelilingi Taman Budaya sambil melihat-lihat rombongan Senam Jantung Sehat di pelataran parkirnya. Ah, kemana ya ibu-ibu yang rajin senam pagi setiap Jum'at? desahku dalam hati. Pagi ini aku sudah mulai menceramahi Zakky yang menahan kantuk pulang beritikaf di masjid. "Ayo, kita sudah sepakat untuk menawarkan kue ini kepada rombongan jantung sehat!" seruku. "Samper Nita, Iyen dan Siti! mereka sudah berjanji menemui Ibu Mien di Taman Budaya" lanjutku lagi kepada Zakky. Langkah gontai Zakky mengusik kesabaranku. "Bersemangat dong, Nak!" sahutku. "Ayo, ini kan hasil kesepakatan kita. Bukankah kita ingin menggalang dana komunitas belajar mandiri?" sergahku lagi. Zakky masih terlihat malas-malasan. Duh anak ini! Sulit sekali menahan diri untuk tidak menceramahinya setiap hari. Kebiasaan buruk yang ingin sekali kuhapuskan karena jelas tidak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak yang kuanut.

Bergegas kukeluarkan sepeda. Kulihat Zakky sedang berdiri di depan rumah Nita. Aku melanjutkan rutinitasku pagi ini. Terengah-engah kudaki jalan menaik menuju Taman Budaya. Kuhirup udara segar Bandung Utara dalam-dalam. Alhamdulillah.

Kembali ke rumah dalam keadaan segar sudah ditunggu Siti di ruang TV. "Bu, hari ini kan janji bertemu dengan Ibu Mien," jelas Siti saat melihatku masuk. "Bole buka komputer dulu sambil menunggu Nita datang?" tanya Siti. "Kita baca dulu cerita Ibu tentang Siti dan kawan-kawan yuk!" seruku. Kami pun bergegas membuka blog rumahkerlip. Perlahan dibacanya satu per satu. "AKu mau belajar komputer tiap hari, Bu," Siti berkata sambil menatap wajahku. "Bagaimana dengan pelajaran komputer di sekolahmu?" tanyaku. "Di Sekolah ada 20 komputer tapi kelas Siti belum sempat menggunakannnya karena sering bentrok dengan pelajaran BP," jelas Siti. "Ayo siapkan waktu 15 menit per hari untuk belajar komputer!" seruku sambil melanjutkan ketikanku. Siti pindah ke depan komputer di ruang baca. Tidak lama kemudian Nita datang. "Ayo Siti! Kita ke rumah Ibu Mien!," seru Nita. "Bu, kayaknya tasnya harus double dech!" seru Siti. Kucarikan tas baru dari gudang.
"Wah, asapnya koq hitam sekali ya!" seru Nita sambil mengendarai sepeda. Terlihat asap hitam membumbung tinggi di belakang pom bensin. "Dulu pernah meledak lho!" seru Siti. "Iya Bu, hampir kena rumah tetangga yang bersebelahan dengan pom bensin!" seru Nita menambahkan. Mereka berdua membawa tas biru berisikan kue-kue dan formulir pemesanan menuju jalan Bukit Dago Utara. "Biar Aa lihat ke pom bensin, Bu!" seru Zakky sambil bergegas menuju pom bensin. Terlihat nenek dan tetangga lainnya memperhatikan asap hitam yang makin meninggi dan pekat. Om Dedi diikuti anak-anak menyusul Zakky ke pom bensin.

"Ternyata asap hitam itu dari selang bekas yang dibakar," Zakky berkata sambil menghampiriku. "Asapnya kan mengandung racun Dioxin ya Bu!" serunya. "Apa itu Dioxin?" tanyaku. "Racun hasil pembakaran plastik seperti boneka-boneka Barbie," jelas Zakky. "Wah, kayaknya menarik nih untuk CACT kita kali ini. Bagaimana dengan CACT Lubang Resapan Biopori, perubahan fisika dan kimia, juga minmapping SKL mu, Nak?" tanyaku lagi. "Iya Bu, mau diselesaikan dulu sebelum teman-teman datang untuk belajar percakapan Bahasa Inggris hari ini,"jawab Zakky. Kulihat Zakky menyapu rumah perlahan.

Anak-anak yang hebat.
Kemarin mereka terlihat bosan mendengarkan sambutan-sambutan dari para petinggi di Kota Bandung. Ova dan aku akhirnya mengajak mereka mampir di GIM (Gedung Indonesia Menggugat untuk melihat Voice of Bandung, radio internet satu-satunya di kota Bandung. "GIM itu apa sih?' kudengar Fitry bertanya kepada Zakky. "Ayo, ada yang bisa menjawab!" seruku sambil berjalan mendampingi anak-anak. Iyen, Nita, Tyas, Endah, Siti, Icha, Ami, Sarah, Fitry, Zakky, dan aku berpose sejenak untuk diabadikan Ova menggunakan HP Fitry. "Ayo kita lihat langsung kesana!" seruku mengajak anak-anak ke GIM.
Sebelum masuk, kami kembali berpose didepan batu prasasti peresmian GIM. Icha terlihat antusias mengisi buku tamu peluncuran 200 tahun fotografi untuk Bandung. Ya...hari ini akan dibuka pameran fotografi di GIM. Fitry membacakan tulisan yang digantung di dinding. Tulisan ini dilengkapi foro-foto ketika Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno diadili karena sikap tegas PNI untuk memperjuangkan Hak-hak bangsa Indonesia merdeka di tanah airnya sendiri. Kami pun asyik membaca dokumen-dokumen di dinding Gedung Indonesia Menggugat satu-per satu. Zakky, Tyas, Endah, SIti dan Nita terlihat berpose di ruang sidang. Beberapa anak kemudian mengikuti Ova ke ruang Voice of Bandung. Yang lainnya memasuki ruang pertemuan yang sudah dil;engkapi atribut untuk peluncuran 200 tahun forografi untuk Bandung. Kami pun pulang setelah bermain dan berpose bersama di ruang tersebut. Sayang sekali rencana untuk memasarkan kue batal dilaksanakan karena anak-anak terlihat jenuh dengan acara seremonial di Plaza Balaikota Bandung. Selain anak-anak, kami juga ditemani Ibu Lina, istri Pak Timbul yang menyusul datang bersama Rayhan. Ada beberapa hal yang mengganjal yang nampaknya perlu dibahas dengan para relawan KerLiP terkait dengan beberapa kejadian pada hari itu.

Tidak ada komentar:

Page Rank Check,
HTML Web Counter