Minggu, 19 Juli 2009

Tot'e





Apa itu Tot'e?
Dua kata ini ini pernah kudengar berkali-kali tapi baru kemarin 'ngeh' dengan maksudnya.
Tot'e yang ternyata pertanyaan apa itu merupakan gaya khas Plato disebut-sebut Apa Utomo saat membuka paparannya dalam Workshop Para Penggagas Pendidikan Multikultur di Jakarta. Ngomong-ngomong kata ini pula yang kerap terdengar dari mulut anak kecil saat menemukan banyak hal yang menarik di sekeliling mereka. Spontanitas rasa ingin tahu anak yang diungkapkan dengan dua kata apa itu sering bertubi-tubi diluncurkan mulut si kecil tanpa sadar berangsur-angsur pudar seiring dengan berbagai pengaruh di luar diri anak. Ini menandai proses belajar menjadi sebuh kewajiban yang memaksa anak untuk mengejar nilai-nilai yang sering tanpa makna bagi kehidupannya kini dan di masa yang akan datang. Bagaimana menumbuhkan kembali rasa ingin tahu menjadi fokus KerLiP dalam meneliti dan mengembangkan model pendidikan anak merdeka sejak tahun 1999 lalu.

Pagi ini aku kembali menjadi warga belajar di Rumah KerLiP. Sejak tiba kemarin sore anak-anak bergantian mengerumuniku dengan informasi-informasi terbaru. Tias, Siti, Endah dan beberapa anak yang belum kukenal berebut menyampaikan kebanggaan mereka menjadi juara cerdas cermat di Miftahul Khoir. Mereka membujukku untuk hadir membawa anak-anak lainnya mengikuti lomba pada pagi hari ini. Aku kembali asyik mengisi blog yang lama tak kukunjungi ini setelah memeluk mereka satu per satu. Ah senangnya melihat berpasang-pasang mata berbinar indah dari wajah-wajah mungil mereka. Rindunya....

Sayangnya aku bangun kesiangan hingga tak bisa menemani anak-anak Pesantren KerLiP ke Miftahul Khair. Tidak lama setelah bangun, Iyen datang bersama Siti. Zakky pun diminta mencari Abby dan Kiki. Komunitas belajar mandiri dimulai dengan mengingat kembali saat-saat berharga ketika semua warga belajar menyaksikan Ami memilah sampah tanpa ragu.

Hari itu tanggal 10 Juli 2009, sehari sesudah Sima'an Hafizh Qur'an 30 juz diselenggarakan dalam rangka peluncuran Pesantren KerLiP. Sampah-sampah bertumpukan di dapur dan di halaman rumah. Peralatan soundsystem dan karpet milik Ketua DKM Ar Rahim teronggok di depan pintu. Plastik terpal biru masih terbentang kotor di halaman depan warung milik adikku. Rasa capai setelah kegiatan sehari penuh yang dilaksanakan kemarin tidak menyurutkan semua warga belajar untuk memulai kegiatan setelah tahajjud bersama dan sorogan hafalan Qur'an. Jam 5.30 kami bergelung di ruang TV sambil menikmasi pisang kukus hangat dan kacang rebus. Zamzam, aku dan Ijul memfasilitasi kegiatan perdana Pesantren KerLiP ini dengan curhat harapan dan gagagasan mengenai pengelolaan waktu sehari-hari kami. Dalam obrolan pagi ini, setiap orang menuturkan kekuatan tangan masing-masing setelah kegiatan yang melelahkan sehari penuh. Telur dipilih untuk mengukur kekuatan tangan kami. Sebelum digenggam erat bertenaga, setiap anak melakukan unjuk tutur tentang telur yang mereka lihat, pegang dan cium. "Apa itu amis?" tanya Icha (7) saat mendengar kata itu dari mulut Raihan (6). "Amis kan manis", kata Kiki. "Itukan rasa gula dalam bahasa sunda, kata Tias. "Ayo kita tanya Raihan Apa itu amis yang disebutnya saat unjuk tutur tentang telur!" sahutku. Raihan berkata," Bau amis itu seperti bau ikan". "Bagaimana Icha?" tanyaku pada Allisa. "Ternyata ada dua arti ya, Cha," kata Kiki. "Kedua-duanya benar lho!" seru Zakky tertahan. Zakky masih menggigil kedinginan meskipun menggunakan jaket. Melihat hal itu aku mengajak semua warga belajar keluar menjemput matahari. "Kita mulai melihat-lihat rumah ini dari dapur terus keluar yuk!" Zamzam mengajak anak-anak berdiri dan berjalan ke dapur. Tanpa banyak bicara anak-anak mengikutinya. Sampai di tumpukan sampah Kiki langsung menenteng plastik sampah keluar. Kami pun mengikutinya. Di halaman rumah sampah menumpuk berserakan. "Ayo kita bereskan!" seru Kiki. "Apa yang bisa kita lakukan agar semua benda disekeliling kita ini memberikan manfaat bagi kita, keluarga kita dan lingkungan?" tanyaku. "Kita buat kompos saja Bu!" seru Zakky. "Itu ada alat pembuat lubang resapan biopori milik ayah!" seru Rafi. "Apa itu lubang Resapan Biopori?" tanyaku lagi. "Lubang yang sengaja dibuat sedalam 100 cm dengan diameter 10 cm di sekeliling tanah yang tertutup semen atau bangunan lainnya dan diisi sampah organik untuk membuat kompos,"sahut Zakky. "Apa itu kompos?" tanyaku lagi. "Kompos adalah sampah organik yang ditimbun sampai membusuk dan siap dipanen untuk menjadi pupuk organik. "Mana ya sampah organik dan yang bukan organik?" tanya Zamzam. "itu tuh! bekas makanan, daun pisang, kulit kacang, pokoknya semua yang berasal dari makhluk hidup. "Ayo kita pisahkan sampah organik dari sampah bukan organik!"Aku langsung menyarungkan plastik kosong ke tanganku dan berjongkok memilah sampah. Zamzam sudah melakukannya sambil bertanya sesekali. Anak-anak pun bergerak memilah sampah.

Tidak ada komentar:

Page Rank Check,
HTML Web Counter