Sekolah ramah anak adalah salah satu fokus utama dari investasi UNICEF di bidang pendidikan. Usaha ini terpusat pada proses di ruang kelas dan lingkungan sekolah untuk mempromosikan lebih banyak “pembelajaran yang asyik”, memaparkan anak kepada proses pembelajaran yang sangat parsitipatif di dalam lingkungan yang kaya-sumber daya dibimbing oleh guru yang dilatih untuk menjadi fasilitator “ramah”. Perubahan ini ditampilkan dalam foto ruang kelas “sebelum dan sesudah” yang menunjukkan tahap sederhana yang dilaksanakan untuk mengarahkan pada perubahan, seperti:
a) Ruangan dicat cerah, lantai bersih, dan hiasan berwarna-warni di dinding;
b) Furnitur yang memadai bagi anak, disusun fleksibel untuk berbagai macam pendekatan pembelajaran;
c) Pusat kegiatan atau belajar murid, dibentuk di sekitar ruang kelas;
d) Fasilitas air dan santasi yang memadai;
e) Persediaan paket rekreasi;
f) Makanan sekolah bernutrisi.
Pertimbangan akan SRA dimulai dengan prinsip kunci yang menjadi subjek interpretasi. Secara umum, disetujui bahwa konsep SRA seperti yang diperkenalkan di tahun 1990an terinspirasi dari prinsip hak anak yang diekspresikan oleh Konvensi Hak Anak. Sebagai pondasi ideologis dari SRA, Konvensi Hak Anak menonjolkan prinsip umum atau utama yang mendorong proses pembuatan SRA.
Berikut 13 (tiga belas) karakteristik sekolah berbasis hak, yang dijadikan daftar periksa sekolah ramah anak versi UNICEF:
1. Mencerminkan dan menyadari hak-hak setiap anak – bekerjasama dengan mitra lain untuk mempromosikan dan memantau kesejahteraan dan hak-hak semua anak; membela dan melindungi semua anak dari pelecehan dan bahaya, baik di dalam dan di luar sekolah;
2. Melihat dan memahami anak secara keseluruhan, dalam konteks yang luas – berkaitan dengan apa yang terjadi pada anak sebelum mereka memasuki sistem (misalnya, kesiapan mereka untuk sekolah dalam hal kesehatan dan status gizi, sosial dan keterampilan linguistik), dan memiliki kesempatan untuk keluar kelas - kembali rumah mereka, masyarakat, dan tempat kerja;
3. Berpusat pada anak - mendorong partisipasi, kreativitas, harga diri dan kesejahteraan psikososial; mempromosikan struktur kurikulum dan metode pembelajaran yang berpusat pada anak sesuai dengan tingkat perkembangan, kemampuan, dan gaya belajar anak; dan mempertimbangkan kebutuhan anak-anak di atas kebutuhan aktor lain dalam sistem pendidikan;
4. Sensitif gender dan ramah terhadap anak perempuan - mempromosikan keseimbangan antara anak perempuan dan laki-laki dalam perekrutan dan pencapaian hasil pendidikan; mengurangi kendala kendala untuk kesetaraan gender dan menghilangkan stereotip gender; menyediakan fasilitas, kurikulum, dan proses pembelajaran yang ramah terhadap anak perempuan;
5. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran - mendorong anak untuk berpikir kritis, bertanya, mengungkapkan pendapat mereka - dan belajar cara belajar, membantu anak-anak menguasai keterampilan yang memungkinkan menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, matematika dan pengetahuan umum serta keterampilan yang diperlukan untuk hidup di abad baru - termasuk pengetahuan tradisional yang berguna dan nilai-nilai perdamaian, demokrasi, dan penerimaan keragaman (multikultur);
6. Pendidikan diselenggarakan berdasarkan realitas kehidupan anak-anak - memastikan bahwa isi kurikulum menanggapi kebutuhan belajar anak-anak secara individu sebaik tujuan umum dari sistem pendidikan dan konteks lokal serta pengetahuan tradisional keluarga dan masyarakat;
7. Fleksibel dan merespon keragaman - memenuhi situasi dan kebutuhan anak yang berbeda (misalnya, sebagaimana ditentukan oleh gender, budaya, kelas sosial, tingkat kemampuan);
8. Bertindak untuk memastikan inklusi, rasa hormat, dan kesetaraan kesempatan bagi semua anak - tidak stereotip, mengecualikan, atau tidak diskriminatif atas dasar perbedaan;
9. Meningkatkan kesehatan mental dan fisik - menyediakan dukungan emosional, mendorong praktek dan perilaku hidup sehat, dan menjamin lingkungan yang sehat, selamat, aman, dan menyenangkan;
10. Menyediakan pendidikan yang terjangkau dan dapat diakses - terutama untuk anak-anak dan keluarga paling berisiko;
11. Meningkatkan kapasitas, moral, komitmen, dan status pendidik - memastikan bahwa pendidik memiliki cukup pelatihan sebelum dan ketika memberikan layanan pendidikan, emmperoleh pengembangan professional, jabatan, dan penghasilan;
12. Perhatian keluarga - mencoba untuk bekerja dengan dan memperkuat keluarga dan membantu anak-anak, orang tua dan guru berkolaborasi untuk membangun kemitraan yang harmonis;
13. Berbasis masyarakat - memperkuat tata kelola sekolah melalui pendekatan desentralisasi berbasis masyarakat; mendorong orang tua, pemerintah daerah, organisasi masyarakat, dan lembaga lain dari masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam pengelolaan serta pembiayaan pendidikan; mempromosikan kemitraan masyarakat dan jaringan yang berfokus pada hak-hak dan kesejahteraan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar